“Setiap amalan (kebaikan) manusia baginya sepuluh kali lipat (pahala) sampai tujuh ratus kali lipat, Allah berfirman: “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku yang akan membalasnya, sesungguhnya ia meninggalkan syahwatnya, makannya dan minumnya karena Aku”. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka puasa dan bahagia ketika berjumpa dengan tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah lebih wangi dari pada bau minyak wangi misik.”
Saudara, betapa luasnya rahmat Allah terhadap hamba-Nya. Amal kebaikan dan ketaatan yang dilakukan hamba dibalas dengan sepuluh pahala hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, sesungguhnya puasa tidak terbatas kelipatannya dengan jumlah tersebut, bahkan Allah lipatkan pahala puasa kepada pahala yang banyak tanpa ada pembatasan. Karena puasa termasuk amal kesabaran. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”(QS. Az Zumar: 10)
Macam kesabaran itu ada tiga yaitu: bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, bersabar dalam meninggalkan larangan-larangan Allah dan bersabar disaat menghadapi takdir yang pahit. Tiga jenis kesabaran ini ada pada amalan puasa. Karena dalam puasa ada bentuk kesabaran dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, bersabar dari apa yang di larang Allah atas yang berpuasa dari syahwat dan bersabar terhadap kepedihan yang di alaminya disaat puasa dari rasa lapar, dahaga dan lemahnya diri dan badan. Kepedihan yang timbul dikarenakan melakukan amal-amal ketaatan maka pelakunya akan di beri pahala atasnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala mengenai para mujahidin:
“Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”(QS. At Taubah: 120)
Sebab-sebab dilipat gandakan pahala.
Ketahuilah, bahwa amal-amal ketaatan terkadang dilipatkan pahalanya karena beberapa faktor. Diantaranya:
1. Mulianya tempat yang dilakukan padanya ketaatan seperti tanah suci. Oleh karena itu sholat di masjidil harom di Makkah dan masjid nabi di Madinah dilipatkan pahalanya sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sholat di masjidku ini lebih baik dari pada seribu sholat dari sholat di selainnya dari masjid-masjid (yang ada) kecuali sholat di masjidil harom.”
2. Mulianya waktu, seperti bulan ramadhan dan sepuluh awal Dzul Hijjah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Melakukan umroh di bulan ramadhan sebanding dengan haji (pahalanya)”. Atau nabi bersabda: “Sebanding dengan haji bersamaku.” (Hr. Al Bukhari dan Muslim)
Berkata sebagian salaf: Apabila bulan ramadhan telah datang maka berluas-luaslah dalam pemberian nafkah padanya, karena pemberian nafkah padanya dilipatkan (pahalanya) seperti memberikan nafkah di jalan Allah, dan satu kali bertasbih pada bulan ramadhan lebih utama di banding bertasbih di selain ramadhan.
Di karenakan amal puasa pada dasarnya di lipat gandakan pahalanya di bandingkan dengan amal-amal yang lain, maka berpuasa di bulan ramadhan dilipat gandakan pahalanya dari pada puasa-puasa yang lain, disebabkan mulianya waktu dan kerena ia adalah puasa yang Allah wajibkan atas hamba-Nya dan dijadikannya salah satu dari rukun islam yang ia dibangun diatasnya.
3. Terkadang pahala dilipat gandakan karena faktor-faktor lain, diantaranya: Orang yang melakukan ketaatan adalah orang yang mulia disisi Allah dan banyak ketakwaannya, sebagaimana pahala umat islam ini dilipat gandakan diatas pahala umat-umat sebelumnya. Umat ini diberi dua bagian pahala.
Puasa miliknya Allah Ta’ala.
Adapun ucapan Allah Ta’ala:
“Puasa itu milik-Ku”. Maka disini AllahI mengkususkan puasa di atas amal yang lain dengan di sandarkannya kepada milik diri-Nya. Maksud dari ini ada dua sisi:
Sisi pertama: Bahwa puasa itu adalah meninggalkan apa yang disenangi oleh jiwa dan syahwatnya hanya karena Allah, padahal jiwa manusia diberi tabiat condong kepada yang disenangi oleh jiwanya. Bentuk ibadah yang seperti ini tidak didapat pada selain ibadah puasa. Adapun ihrom (ketika haji atau umroh) seorang hanya dilarang berhubungan badan dan faktor pemicunya seperti memakai wewangian, sedangkan syahwat makan dan minum tidak dilarang. Adapun amal sholat meskipun seluruh syahwat (berhubungan badan, makan dan minum) dilarang dalam sholat namun masanya tidak lama. Orang yang sholat tidak merasa kehilangan syahwat makan dan minumnya di saat sholat. Bahkan orang yang telah dihidangkan di hadapannya makanan dan nafsunya sangat terdorong untuk memakannya maka hendaknya dia makan sehingga hatinya menjadi tenang. Hal ini berbeda dengan puasa dimana seorang menahan syahwat-syahwat tersebut di siang hari (dari terbitnya fajar shodik hingga tenggelam matahari secara penuh) sehingga orang yang berpuasa merasa kehilangan apa-apa yang di sukai oleh dirinya dari syahwat. Jiwanya sangat merindukannya terlebih bila waktu puasa jatuh di musin panas dan panjang siang harinya. Oleh karena itu telah diriwayatkan bahwa termasuk dari perkara iman adalah berpuasa di musim panas. Dan adalah Rasulullahr berpuasa ramadhan sendirian dalam perjalanan bersama sahabatnya disaat musim panas menyengat, sebagaimana yang di tuturkan oleh Abu Darda: Dahulu kami bersama nabir di bulan ramadhan dalam sebuah perjalanan, (sampai-sampai) saking panasnya salah seorang dari kami meletakkan tangannya diatas kepalanya, tidak ada di tengah-tengah kami seorang yang berpuasa kecuali hanya Rasulullah dan Abdulloh bin Rawahah. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Disebutkan dalam kitab Al Muwatho’ karya Imam Malik bahwa Rasulullahr (pernah) di ‘Araj (tempat antara Makkah dan Madinah), beliau menuangkan air keatas kepalanya dalam keadaan puasa karena dahaga atau panas. Apabila jiwa sangat menggebu-gebu untuk melampiaskan syahwatnya lalu dia tinggalkan hal itu karena (mengharap ridlo) AllahI, padahal dia mampu untuk melampiaskannya dan dia berada di tempat yang tidak ada yang melihatnya kecuali Allah, maka ini sebagai bukti terhadap benarnya keimanan. Seorang yang berpuasa tahu bahwa ia mempunyai Rabb (Tuhan) yang memantaunya disaat dia sendirian dan Rabbnya telah melarangnya untuk melampiaskan syahwat dirinya yang ia di beri tabiat menyukai syahwat tersebut. Orang tersebut pun tetap taat kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya karena ia takut tehadap siksa Allah dan berharap pahala-Nya. Orang yang seperti ini dipuji oleh Allah dan dibalas dengan kebaikan, Allah pula mengkhususkan amalan puasa orang itu untuk diri-Nya diantara amal-amal yang lain.
Berkata sebagian salaf: Beruntung orang yang meninggalkan syahwat sesaat yang timbul untuk suatu janji ghaib yang belum dilihatnya.
Seorang mukmin yang berpuasa tatkala ia tahu bahwa keridloan kekasihnya (Allah) terletak pada meninggalkannya ia terhadap syahwatnya maka dia lebih mengutamakan keridloan kekasih dari pada hasrat dirinya, sehingga kelezatannya terletak pada meninggalkan syahwatnya karena AllahI. Dia yakin bahwa AllahI mengetahui perbuatannya, dan bahwa pahala Allah serta siksa-Nya lebih besar dari pada kelezatannya dalam melampiaskan keinginannya disaat sendiri. Apabila hal-hal yang dilarang dari makan, minum dan bersetubuh karena sebab puasa padahal disaat tidak berpuasa diperbolehkan, maka hal-hal yang diharamkan oleh AllahI secara muthlak lebih dilarang seperti berzina, minum khomer, merampas harta dan kehormatan tanpa hak dan menumpahkan darah yang tidak boleh untuk ditumpahkan. Karena hal-hal tadi dilarang dan dibenci Allah dalam setiap keadaan, waktu dan tempat. Bila keimanan seorang telah sempurna maka kebenciannya tehadap maksiat lebih besar dari pada bencinya kepada di bunuh dan dipukul. Oleh sebab itu nabi menjadikan tanda-tanda seorang merasakan menisnya iman diantaranya adalah ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan sebagaimana ia benci untuk di lemparkan kedalam api. Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang Nabi Yusufu:
“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.”(QS. Yusuf: 33)
Sisi kedua: Bahwa puasa merupakan rahasia antara AllahI dengan hamba-Nya, tiada yang mengetahuinya kecuali Allah, karena puasa tersusun dari niatnya batin yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah dan ia meninggalkan pelampiasan syahwat yang biasanya seorang tersembunyi ketika melakukannya. Orang yang bercinta akan cemburu bila rahasia antara ia dengan yang dicintainya diketahui oleh orang lain.
Bertakarrub dengan meninggalkan syahwat dirinya.
Didapatkan sekian banyak faidah disaat seorang bertakarrub dengan meninggalkan syahwat dirinya ketika ia berpuasa, diantaranya:
1. Menundukkan jiwa. Karena perasaan kenyang akibat makan, minum dan bersetubuh membawa jiwa kepada sikap sombong dan lalai.
2. Mengosongkan hati untuk berfikir dan berdzikir, karena kosongnya perut dari makan dan minum menjadikan hati ini bercahaya, lembut dan hilang kekakuannya.
3. Orang yang kaya (kecukupan) akan tahu kadar nikmat Allah yang diberikan kepadanya sehingga tumbuh dalam hatinya rasa syukur kepada Allah dan tumbuh dalam dirinya sifat menyayangi saudaranya yang membutuhkan (fakir).
4. Puasa mempersempit jalan masuknya syaithon kedalam tubuh manusia.
Perlu diingat, bahwa mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan apa yang disukai oleh jiwanya disaat puasa tidak akan sempurna kecuali setelah ia meninggalkan apa yang Allah haramkan dalam segala keadaan, seperti berdusta, berbuat aniaya dan mendzalimi manusia pada darah, harta dan kehormatan mereka. Oleh karena itu nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh kepada (puasanya yang sekedar) meninggalkan makan dan minum.” (Hr. Al Bukhari).
Berkata Jabir: “Apabila kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lesanmu ikut berpuasa (dengan menahan diri) dari kedustaan dan hal-hal yang haram. Tinggalkan dari menyakiti tetangga dan hendaknya nampak darimu sikap tenang dan santun, dan jangan kamu jadikan hari berpuasamu dan hari tidak berpuasanya kamu itu sama.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bisa jadi orang itu berpuasa (namun) bagiannya dari puasanya (hanya) rasa lapar dan dahaga. Dan bisa jadi seorang sholat malam (namun) bagian dari sholatnya (hanya) begadang malam.” (Hr. Ibnu Majah)
Dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bagi yang berpuasa ada dua kebahagiaan: bahagia disaat berbuka dan bahagia disaat berjumpa dengan Tuhannya.”
Adapun kebahagiannya disaat berbuka maka dikarenakan jiwa manusia diberi tabiat condong kepada yang mencocokinya dari makanan, minuman dan syahwat berhubungan. Bila pada suatu saat apa yang di senangi oleh jiwanya dilarang lalu disaat yang lain dibolehkan maka jiwanya akan senang dengan dibolehkannya kembali apa yang sebelumnya dilarang, terlebih bila pembolehan itu di kala apa yang dilarang sangat dibutuhkan.
Sebagaimana Allah Ta’ala melarang orang yang berpuasa untuk melakukan hal-hal tadi disiang puasanya maka Allah telah membolehkan baginya hal-hal tadi dimalam harinya. Bahkan Allah menyukai untuk menyegerakan berbuka puasa (bila telah tenggelam matahari) dan mengakhirkan makan sahur. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya disiang hari karena Allah dan taat kepada-Nya sebagaimana ia bersegera untuk makan dan minum disaat matahari tenggelam karena Allah dan taat kepada-Nya. Tidaklah seorang meninggalkan syahwat (makan, minum dan berhubungan)nya kecuali karena perintah Allah maka demikian pula tidaklah ia kembali melakukannya kecuali karena Allah. Orang yang berpuasa disiang hari dan di malam harinya selalu dalam ibadah dan di kabulkan doanya disaat berpuasa. Disiang hari dia menjadi orang yang berpuasa serta sabar dan malam harinya menjadi orang memakan nikmat serta bersyukur. Sedangkan kebahagiaannya disaat berjumpa dengan Allah, maka di karenakan apa yang ia dapatkan disisi Allah dari pahala berpuasa disaat yang ia sangat membutuhkan pahala sebagaimana firman Ta’ala Allah:
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.”(QS. Al Muzamil: 29)
Allah Ta’ala juga berfirman:
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya),”(QS. Ali Imran: 30)
Tingkatan orang yang berpuasa.
Orang-orang yang berpuasa ada dua tingkatan. Tingkatan pertama: orang yang meninggalkan makan, minum dan syahwat berhubungannya karena Allah dengan mengharapkan imbalan apa yang ada disisi-Nya dari surga. Orang seperti ini telah melangsungkan transaksi jaul beli dengan Allah, maka Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang telah bagus usahanya dan tidak mengecewakan orang yang melangsungkan transaksi dengan-Nya bahkan Allah memberinya keuntungan yang paling besar. Orang yang berpuasa di dalam surga nanti akan mendapat apa yang Allah kehendaki dari makanan, minuman dan bidadari. Allah Ta’ala berfirman:
“(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”.(QS. Al Haaqoh: 24)
Berkata Imam Mujahid dan selainnya: Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berpuasa.
Telah disebutkan dalam shohih Al Bukhari dan Muslim dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
“Sesungguhnya disurga ada pintu yang di sebut “Arroyyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk surga darinya, tidak ada yang masuk dari pintu itu (seorangpun) selain mereka .”
Tingkatan kedua: Orang yang didunia ini berpuasa (menahan diri) dari apa-apa yang selain Allah dan selain keridloan-Nya. Orang tersebut menjaga kepalanya dan apa yang dicakupnya dan menjaga perut beserta apa yang ditampungnya. Dia juga mengingat-ingat kematian dan hancurnya badan serta menghendaki akhirat sehingga meninggalkan kemewahan dunia. Orang seperti ini hari rayanya adalah disaat berjumpa dengan Tuhannya dan kesengannya adalah di hari melihat Allah. Orang yang mengenal Allah dengan sesungguhnya tidaklah istana megah menjadikannya bahagia sebelum melihat kekasihnya (Allah), sejuknya air sungai belumlah menghilangkan dahaganya sebelum menyaksikan Allah.
Wahai orang-orang yang bertobat, berpuasalah di dunia ini dari syahwat diri (dengan mengekangnya) agar kalian mendapatkan hari raya dihari perjumpaan (dengan kekasih). Janganlah angan-angan menghiasimu bahwa umurmu masih panjang disaat ajal masih di lambatkan, karena mayoritas waktu untuk berpuasa telah lewat dan hari perjumpaan telah dekat.
Bau mulut orang yang berpuasa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah dari pada minyak misik (kesturi). Bau mulut orang yang berpuasa timbul di karenakan kosongnya lambung dari makanan. Bau yang seperti itu tentunya sesuatu yang tidak di senangi oleh indera penciuman manusia di dunia, akan tetapi bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah itu wangi karena munculnya bau tersebut di sebabkan oleh ketaatan kepada Allah dan mencari keridloan-Nya. Sebagaimana darah orang yang mati syahid di jalan Allah nanti di hari kiamat akan mengalir darah namun baunya bau kesturi (yang sangat wangi). Adapun segi wanginya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah dari misik maka ada dua makna.
Makna pertama: Bahwa tatkala amalan puasa merupakan rahasia antara hamba dan Tuhannya di dunia maka Allah menampakkan amalan puasa tersebut dengan jelas kepada makhluk di akhirat nanti, agar orang-orang yang ahli puasa tersohor dan terkenal diantara manusia dengan amal puasanya. Dan terkadang bau harum orang yang berpuasa telah tercium di dunia sebelum akhirat.
Disebutkan bahwa Abdulloh bin Gholib termasuk ahli ibadah yang bersemangat dalam amalan sholat dan puasa. Tatkala meninggal dan di kubur keluar bau minyak wangi kesturi dari tanah kuburannya. Kemudian suatu saat dia dilihat dalam mimpi dan ditanyakan tentang bau wangi yang di dapat di kuburannya, maka dia berkata: Itu bau wangi tilawah Al Qur’an dan dahaga (disaat puasa)
Makna kedua: Bahwa orang yang beribadah dan taat kepada Allah serta mencari keridloan-Nya dengan suatu amalan lalu timbul dari amalan tersebut sesuatu yang tidak di sukai oleh jiwa manusia di dunia maka sesuatu yang tidak di sukai oleh jiwa itu tidak di benci Allah bahkan disukai dan dicintai oleh-Nya. Diberitahunya orang-orang yang beramal dengan hal ini agar jiwa mereka senang dan tidak membenci dengan apa yang timbul dari amal ketaatan (dari bau yang tidak enak) di dunia. Oleh karena itu darah orang yang mati syahid dijalan Allah di hari kiamat baunya seperti minyak wangi kesturi.
Penulis: Al Ustadz Abdul Mu’thi. Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar